Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata yang baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia memuliakan tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 47, lafal milik Muslim)
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Syuraih al-Khuza’i radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berbuat baik kepada tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia memulaikan tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia mengucapkan yang baik atau diam.” (HR. Bukhari no. 6019 dan Muslim no. 48, lafal milik Muslim)
Imam Bukhari mencantumkan kedua hadits di atas dalam Kitab al-Adab dengan judul Bab. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir janganlah dia mengganggu tetangganya (lihat Shahih al-Bukhari cet. Maktabah al-Iman, hal. 1242)
Imam Nawawi memberikan judul untuk kedua hadits di atas di dalam Kitab al-Iman dengan judul Bab. Dorongan untuk memuliakan tetangga, tamu, dan lebih banyak bersikap diam kecuali untuk ucapan yang baik; dan bahwasanya itu semua merupakan bagian dari keimanan (lihat Syarh Muslim [2/100] cet. Dar Ibnu al-Haitsam)
Faidah Hadits
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menyebutkan faidah-faidah hadits di atas, diantaranya:
- Wajibnya diam kecuali dalam kebaikan. Ucapan manusia bisa dibagi menjadi tiga; ucapan baik, buruk, dan sia-sia. Maka yang dituntut untuk diucapkan adalah yang baik-baik saja. Ucapan yang buruk jelas diharamkan. Ucapan bisa jadi diharamkan karena substansinya atau karena dampak yang ditimbulkannya. Adapun ucapan yang sia-sia lebih utama untuk diam.
- Dorongan untuk menjaga lisan. Oleh sebab itu hendaknya kita pandai-pandai menjaga lisan, karena dengan demikian iman kita pun menjadi lebih kuat, lisan kita lebih bersih, dan kehormatan kita lebih terjaga di hadapan sesama.
- Wajibnya memuliakan tetangga. Pemuliaan ini disesuaikan dengan ‘urf’/kebiasaan setempat. Bisa dengan menemani dan mengucapkan salam kepadanya, mengundangnya ke rumah, atau memberikan kepadanya hadiah-hadiah. Ini semua dikembalikan kepada ‘urf.
- Agama Islam adalah agama yang menjaga keharmonisan hubungan antar sesama manusia, berbeda dengan agama lain yang terkadang pemeluk suatu agama yang sama justru saling tidak mengenal dan berpecah-belah. Sampai-sampai seorang tetangga pun hampir tidak mengetahui apa yang menimpa tetangganya sendiri.
- Wajibnya memuliakan tamu dengan perlakuan yang menunjukkan sikap penghormatan dan pemuliaan. Yaitu dengan menyambutnya dengan gembira. Misalnya dengan mengatakan, “Silahkan masuk, Hayyakallah.” Dan ungkapan-ungkapan lain yang serupa. Seandainya jumlah tamu yang datang cukup banyak dan rumah anda tidak muat, sebaiknya tetap disambut dengan hangat dan mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah atau menyediakan tempat duduk sebisanya. Dan jika -misalnya- mereka butuh menginap, maka dalam keadaan terpaksa cukup bagi anda memberikan uang kepada mereka untuk biaya sewa penginapan (lihat Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah, hal. 178-180 cet. Dar ats-Tsurayya)